JATIMTIMES - Gelombang demonstrasi kembali mewarnai ibu kota pada Senin (25/8/2025) ketika ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Isu yang diangkat cukup beragam, mulai dari dorongan agar pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, hingga desakan penghapusan tunjangan tinggi anggota DPR yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi rakyat.
Namun, yang paling menyita perhatian publik kali ini adalah munculnya tuntutan pembubaran DPR oleh presiden. Seruan tersebut segera memicu perdebatan panas, tidak hanya di arena demonstrasi, tetapi juga di ruang publik, media sosial, hingga forum diskusi politik.
Baca Juga : Janice Tjen: Profil Petenis Muda Indonesia yang Bikin Kejutan di US Open 2025
Pertanyaan besar pun mengemuka: apakah presiden benar-benar memiliki kewenangan membubarkan DPR dalam sistem pemerintahan Indonesia yang diatur UUD 1945?
Presiden Tidak Bisa Bubarkan DPR
Secara konstitusional, Presiden Republik Indonesia tidak dapat membubarkan DPR. Hal ini sudah diatur dengan jelas dalam Pasal 7C UUD 1945 yang berbunyi:
"Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Alasannya, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, di mana presiden dan DPR memiliki kedudukan yang sejajar sebagai lembaga negara. Dengan demikian, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan.
Perbedaan dengan Sistem Parlementer
Berbeda dengan sistem presidensial, dalam sistem parlementer presiden atau perdana menteri memiliki kewenangan membubarkan parlemen. Hal ini dilakukan sebagai penyeimbang kekuasaan, karena dalam sistem tersebut, parlemen memiliki supremasi yang besar terhadap jalannya pemerintahan.
Sejarah Presiden Membubarkan DPR
Meski saat ini hal tersebut dilarang oleh konstitusi, sejarah mencatat ada presiden Indonesia yang pernah melakukannya.
1. Soekarno (1960)
Pada 5 Maret 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Alasannya, DPR dianggap tidak sejalan dengan pemerintah setelah menolak RAPBN. Soekarno kemudian membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) melalui Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960.
2. Abdurrahman Wahid (2001)
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah mencoba membekukan DPR dan MPR melalui Maklumat Presiden 23 Juli 2001.
Baca Juga : Karnaval Desa di Jombang Berujung Adu Jotos Dua Kelompok, Kades: Mohon Maaf Berbau Miras
Isi maklumat tersebut mencakup pembekuan DPR/MPR dan Golkar, serta pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat.
Namun, upaya ini ditolak dan dinyatakan tidak sah. Hanya beberapa jam setelah maklumat diumumkan, MPR menggelar sidang istimewa yang berakhir dengan melengserkan Gus Dur dari kursi presiden.
Tuntutan demonstran agar presiden membubarkan DPR tidak bisa dilakukan dalam sistem pemerintahan Indonesia saat ini. Pasal 7C UUD 1945 sudah menegaskan bahwa presiden tidak berwenang membubarkan DPR.
Meski dalam sejarah pernah terjadi di era Soekarno dan sempat dicoba Gus Dur, konstitusi hasil amandemen memastikan bahwa stabilitas hubungan antara presiden dan DPR tetap terjaga tanpa adanya intervensi saling menjatuhkan.
Dengan demikian, desakan pembubaran DPR yang muncul dalam demo hari ini lebih tepat dipahami sebagai tuntutan politik ketimbang kemungkinan hukum yang bisa dijalankan.