Pengusaha fillet ikan patin di Kabupaten Tulungagung kesulitan mendapatkan bahan baku ikan patin. Kalaupun ada, jumlahnya tak mencukupi untuk proses produksi. Keluhan itu disampaikan oleh salah satu pengusaha fillet ikan, Tomy.
“Sudah sekitar satu bulan ini kesulitan bahan baku,” ujar Tomy pada awak media, Senin (1/9/19).
Cuaca yang panas menyengat pada siang hari dan dingin pada malam hari membuat ikan stres dan berujung pada kematian ikan patin.
Akibatnya banyak petani ikan patin yang gulung tikar atau enggan membudidayakan ikan berkumis ini lagi. Kondisi ini membuat dirinya kesulitan mencari ikan untuk diproses fillet yang berada di Dinas Perikanan Tulungagung.
Seharusnya setiap hari pihaknya bisa memproses ikan patin sebanyak 10 ton, namun dengan kodisi sekarang, rata-rata hanya 5 ton perharinya.
“Ya enggak sebanding dengan ongkos produksinya,” terang Tomy.
Ikan patin filletnya biasanya dikirim ke Jakarta, Surabaya dan Bali.
Untungnya, dirinya telah bekerjasama dengan 40 petani ikan patin, sehingga bisa tetap melakukan produksi meskipun jauh dari harapanya.
Saat kekurangan bahan baku ikan patin, Tomy menggenjot produksi ke 40 petani patin rekanannya itu.
“Untungnya kita punya kemitraan, kemitraan ini yang coba kita genjot (produksinya),” kata Tomy.
Saat disinggung untuk mengambil ikan dari luar Kabupaten Tulungagung, Tomy ungkapkan jika produksi ikan patin di sekitar Tulungagung juga tidak mencukupi untuk memasok ikan patin ke perusahaannya.
Sementar itu Kepala Dinas Perikanan Tulungagung, Tatang Suhartono membenarkan jika kondisi ikan patin di Tulungagung saat ini berkurang banyak, setelah pada bulan lalu melimpah. Bahkan ikan patin di Tulungagung sempat diekspor ke Arab Saudi untuk memenuhi lauk untuk jamaah haji Indonesia.
“Pada musim haji kita ekspor 300 ton ikan patin ke Arab Saudi, 80 persen berasal dari Tulungagung dalam bentuk fillet dan potongan,” ujar Tatang.
Saat ini ada sekitar 600 petani patin di Tulungagung dengan hasil produksi 35 ton perhari, padahal bulan kemarin masih di kisaran 50 ton perhari.
Harga ikan patin di pasaran berkisar di harga Rp 12 – 15 ribu per kilo. Untuk yang ikut kemitraan dengan perusahaan, harganya sekitar Rp 14.500 – 14.750 perkilo.
Menurutnya hasil produksi ikan patin ini, kata Tatang disebabkan banyak petani yang beralih memelihara ikan gurami. Mereka yang beralih ke gurami adalah petani yang coba-coa memelihara ikan patin namun gagal sehingga kembali ke gurami.
“Waktu bulan lalu kan harga ikan patin sempat jatuh lantaran over produksi, jadi mereka kembali ke ikan gurami,” ujarnya.
Ikan patin asal Tulungagung bisa dibilang istimewa lantaran warnanya putih dan tidak bau tanah. Kalaupun berwarna putih, rasanya tetap gurih dan tidak berbau tanah. Berbeda dengan daerah lain yang daging ikan patinnya berwarna kuning dan berbau tanah saat dikonsumsi.