Kisah Salsa Nadhif Penyayi Pendatang Baru, Pejuang Mental Health Sukses Healing Lewat Lagu

30 - Jul - 2025, 08:31

Salsa Nadhif bersama karya lukisannya saat di The Grove, Kota Malang. (Foto: Irsya Richa/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Salsa Nadhif seorang pejuang mental health yang kini merambah ke dalam dunia entertaiment. Sebagai pendatang baru di Indonesia, ia baru saja merilis single perdananya diproduseri langsung oleh musisi ternama Indonesia, Panji Sakti. 

Ya di balik terciptanya lagu kaleidoscope (I Don't Remember How to Love So Free) Salsa harus berjuang melawan mental health-nya.

Baca Juga : Peringati Hari Harimau Sedunia, Batu Secret Zoo Kampanyekan Perlindungan Satwa Endemik Lewat Face Painting

Menciptakan lirik lagu dan bernyanyi merupakan salah satu caranya berjuang menyembuhkan luka trauma atau kesehatan mental yang dialami sejak 2019 silam. Single Kaleidoscope, tidak hanya membuktikan kekuatan musik sebagai penyembuh, tetapi juga memberi pesan tegas bahwa di balik setiap kegelapan, selalu ada harapan dan keindahan yang menanti untuk ditemukan.

Salsa mengatakan lagu bergenre ballad ini bercerita tentang perjalanan inner healing dan keberanian membuka hati untuk cinta baru yang lembut dan menyembuhkan di tengah masa lalu yang luka. Melalui harmoni lirik yang puitis dan instrumentasi yang kaya, Kaleidoscope bukan sekadar lagu, tapi juga cermin jiwa dan simbol kebangkitan diri.

“Karena lewat Kaleidoscope Night di Kota Malang, Selasa (29/7/2025) dipersembahkan sebagai sebuah malam untuk merayakan warna-warna luka, cinta, dan suara jiwa yang selama ini tersembunyi,” ujar Salsa.

Di balik dirilisnya lagu ini, siapa sangka Salsa sewaktu kecil yang tinggal di Kota Malang, kini berdomisili di Surabaya itu merupakan lulusan kedokteran Universitas Indonesia pada 2016 silam. Hanya saja saat masuk koas, untuk bisa bertemu dengan pasien muncul rasa kegelisahan berlebihan.

“Jadi, akhirnya aku nggak lanjut koas, tapi melanjutkan studinya ngambil Neuroscience di Newcastle University selama setahun,” ungkap Salsa saat ditemui di The Grove, Kota Malang.

Jauh dari keluarga memicu kembali trauma semasa kecil yang sempat terlupakan itu muncul kembali dengan hebat. Dalam kondisi tersebut Salsa menutuskan cuti dari kuliahnya dan fokus pada penyakitnya.

“Mental health-ku flare up. Aku sempat mengalami mental breakdown hingga psikosis, mengira semua orang membicarakanku,” ujar pembisnis ini.

Saat diperiksa psikolog, ternyata anak pertama dari tiga bersaudara ini didiagnosis menderita bipolar disorder. Untuk mengobati penyakitnya itu, ia harus mengonsumsi obat-obatan yang memiliki efek samping seperti mudah lupa.

“Karena itu untuk mengingat lirik-lirik aku sendiri juga butuh usaha, karena efek dari obat yang bikin lupa. Lalu ada kayak ini suara-suara ini sebenarnya dari diriku aja atau mungkin dari dunia lain,” kata Salsa.

Selain obat minum, Salsa tak patah semangat, dengan mencoba alternatif pengobatan lainnya. Atas saran psikolog, Salsa mencoba art therapy. Ya salah satu obat yang paling mujarab adalah masuk di dunia seni. Salsa mulai melukis dengan aliran abrstrak. Tapi ia pun sempat tidak percaya diri.

“Nah, ngelukis sendiri itu aku tuh pilih lukisanku tuh abstract, gitu, Kak. Terus aku kayak nggak pede, gitu kan. Takut kayak orang-orang mikirnya apaan sih jelek, nggak jelas, gitu,” ujar Salsa.

Namun saat ia mencoba mengunggah karyanya di Instagram, siapa sangka banyak warganet memberikan appreciate. Dari respon tersebut perempuan 26 tahun ini mau percaya diri mengembangkan karyanya.

Baca Juga : Balita Dicabuli Tetangga Sejak 2024, Pelakunya Pria Berusia 23 Tahun

“Aku melukis abstrak karena tidak bisa melukis realis. Ternyata orang-orang suka dan melihat berbagai bentuk di dalamnya. Dari situ aku sadar untuk lebih mendengarkan diriku sendiri,” imbuh Salsa.

Lalu lukisan-lukisan itu bertransformasi menjadi produk wearable art. Baju hasil desainnya bahkan berhasil dipamerkan hingga ke New York Fashion Week.

Dunia seni terbukti menjadi jalan penyembuhan sekaligus membuka gerbang karier baru bagi Salsa. “Gunanya untuk katharsis tadi sih, untuk mengeluarkan emosi yang tadinya itu kita nggak berani untuk ungkapkan,” tambah Salsa.

Di tengah perjuangannya itu, akhirnya Salsa juga terjun ke dunia musik. Ini adalah mimpinya dari kecil, ingin menjadi penyanyi. Hanya saja Salsa saat itu merasa suaranya tidak sebagus sekarang.

“Mungkin pas jadi lebih besar tuh kayak, apa ya, jadi semakin matang gitu suaranya. Terus, akhirnya aku bikin lagu, terinspirasi sama artis namanya Jensen McRae. Nah, dia itu seorang singer-songwriter juga, tapi dari Amerika, dan dia tuh lagunya bener-bener kayak menyentuh hati, gitu loh,” kata Salsa.

Dari situ Salsa mulai membuat lagu, mulai bertanya-tanya kepada temannya kata-kata untuk dibuat lagu. Itu sejak Salsa diduduk di bangku SMA. Hingga akhirnya dalam kurun satu tahun terakhir semakin serius membuat lagu yang dirilis ini.

“Setelah akhirnya rilis, aku rasanya kayak bisa mengungkapkan hal-hal yang aku tadinya tuh kayaknya pendem. Laguku juga sudah review salah satu anggota Grammy terus dia bilang ini dalam banget lagunya. Aku saja sampai sedih loh dengernya gitu,” ujar Salsa.

Melihat komentar positif itu, Salsa akhirnya memutuskan untuk submit kepada Grammy. Saat sedang berproses. Meski tidak berharap banyak, Salsa hanya ingin karyanya Kaleidoscope berdurasi hampir 5 menit  bisa didengar oleh seluruh pendengar.

Kota Malang pun akhirnya menjadi tempatnya pertama kali dihadapan banyak orang untuk merilis single perdananya itu. Meskipun di Kota Malang menyimpan kisah kelamnya semasa kecil yang membuat Salsa mengalami mental health.

“Kenapa kau memilih di Malang? Di Malang. Karena aku besar, kecil dulu di Malang. Terus ini salah satu tempat dimana aku tumbuh dan apa ya, kayak membentuk diriku yang sekarang,” tutup Salsa.