JATIMTIMES - Israel kembali menggempur Jalur Gaza secara brutal pada Minggu (5/10) waktu setempat, tepat saat negosiasi gencatan senjata dijadwalkan dimulai di Mesir. Serangan terbaru ini menewaskan sedikitnya 24 warga Palestina, sebagian besar merupakan pengungsi yang berlindung di sekitar pusat distribusi bantuan di Rafah.
Serangan Meningkat di Tengah Harapan Damai
Menurut laporan Al Jazeera, gempuran udara dan artileri Israel menghantam sejumlah titik di Kota Gaza dan wilayah pengungsian. Jurnalis Hami Mahmoud dari Al Jazeera menyebut, tidak ada tempat aman bagi warga sipil Palestina untuk berlindung. "Warga Palestina berharap bisa tidur nyenyak di malam hari, tapi itu tak terjadi,” ujar Mahmoud dikutip Senin (6/10).
Serangan ini menambah panjang daftar korban sejak dimulainya agresi Israel ke Palestina pada Oktober 2023. Lebih dari 66.000 warga Palestina telah tewas, termasuk di antaranya 1.015 bayi berusia di bawah satu tahun, 1.670 tenaga medis, 254 jurnalis, dan 140 petugas pelindung sipil.
Negosiasi Gencatan Senjata di Mesir
Ironisnya, gempuran tersebut terjadi hanya beberapa jam sebelum negosiasi gencatan senjata dimulai di Sharm El Sheikh, Mesir. Delegasi Hamas dipimpin oleh Khalil Al Hayya, sementara pihak Israel diwakili oleh Ron Dermer.
Dalam pertemuan ini, Amerika Serikat turut menjadi mediator, dengan mengutus Steve Witkoff sebagai utusan khusus Timur Tengah dan Jared Kushner, menantu mantan Presiden Donald Trump.
Hamas menyatakan bahwa pembahasan akan mencakup beberapa poin utama, termasuk:
- Mekanisme pelaksanaan gencatan senjata,
- Penarikan pasukan pendudukan Israel dari wilayah Gaza,
- Pertukaran tahanan dan sandera antara kedua pihak.
Hamas Siap Lepas Sandera, Tapi dengan Syarat
Sumber dari Hamas menyebut pihaknya telah menyatakan kesediaan untuk melepaskan seluruh sandera Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Namun, langkah tersebut tidak akan dilakukan selama Israel masih terus melancarkan agresi tanpa henti di Gaza.
Krisis Kemanusiaan Kian Memburuk
Sejak agresi dimulai, krisis kemanusiaan di Gaza semakin parah. Rumah sakit kewalahan menampung korban, sementara akses bantuan internasional terhambat oleh blokade dan serangan beruntun. Ribuan warga masih terjebak di reruntuhan bangunan, dan banyak keluarga kehilangan tempat tinggal.
Baca Juga : Festival Tebebuya 2025 Berlangsung Meriah, Walau Banyak Bunga Berguguran Akibat Cuaca Buruk
Para pengamat internasional menilai, langkah Israel untuk terus melakukan serangan saat negosiasi hendak dimulai menunjukkan lemahnya komitmen terhadap proses perdamaian.
Dengan situasi yang semakin memanas, dunia menantikan hasil perundingan di Mesir yang diharapkan dapat membawa secercah harapan bagi rakyat Palestina yang telah lama menderita akibat perang berkepanjangan.