Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Ekonomi

Sama-Sama Anjlok, Ini Beda IHSG pada Krisis 1998, Covid-19 dan Hari Ini

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

18 - Mar - 2025, 14:56

Placeholder
IHSG pada Selasa (18/3/2025) turun anjlok. (Foto: tangkapan layar)

JATIMTIMES - Pasar modal Indonesia kembali terguncang setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan lebih dari 6 persen pada perdagangan Selasa (18/3/2025). Anjloknya pasar modal ini mengingatkan pada momen-momen krisis terdalam sejarah pasar modal Indonesia, seperti krisis keuangan Asia 1998 dan pandemi Covid-19 pada 2020. 

Pada sesi perdagangan pagi, IHSG sempat anjlok hingga 6,02 persen ke level 6.058, yang memicu Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan trading halt pada pukul 11:19 WIB untuk meredam kepanikan di pasar. Setelah perdagangan dibuka kembali pukul 11:49 WIB, IHSG sempat menyentuh level 6.011 sebelum akhirnya menutup sesi pertama di angka 6.076. 

Baca Juga : Pemprov Jatim Buka 54 Titik Posko Layanan THR, Berikut Jadwal dan Lokasinya

Sama-sama anjlok, berikut perbandingan pasar modal Indonesia  dengan dua periode krisis besar yang terjadi sebelumnya: 

IHSG 1998
Pada 8 Januari 1998, IHSG mencatatkan penurunan harian terdalam sepanjang sejarah, jatuh hampir 12 persen dalam sehari ke level 347. Anjloknya pasar modal ini terjadi di tengah krisis keuangan Asia 1997-1998 yang menghancurkan ekonomi Indonesia. 

Mata uang rupiah saat itu terjun bebas terhadap dolar AS, sektor perbankan kolaps, dan banyak perusahaan besar bangkrut akibat utang luar negeri yang membengkak. Gejolak ekonomi ini juga berujung pada ketidakstabilan politik yang mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998. 

IHSG 2020: Pandemi Covid-19 Menghantam Pasar Modal
Salah satu tragedi anjloknya IHSG paling signifikan terjadi pada Maret 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai menyebar di Indonesia. Pengamat pasar modal Hendra Wardana mencatat bahwa pada 9 Maret 2020, IHSG anjlok 6,58 persen ke level 5.136,81, yang menjadi awal dari tujuh kali trading halt dalam beberapa pekan berikutnya. 

"Sejak Maret 2020, perdagangan saham di bursa Indonesia mengalami penghentian sementara sebanyak tujuh kali. Penurunan pertama lebih dari 5 persen terjadi pada 9 Maret 2020, hanya sepekan setelah pengumuman kasus pertama Covid-19 di Indonesia," ujar Hendra. 

IHSG terus merosot hingga mencapai titik terendahnya di level 3.937 pada 24 Maret 2020, turun 37 persen dari awal tahun. Akibat kejatuhan ini, otoritas bursa mengubah aturan batas bawah penurunan harga saham, dari sebelumnya 25 persen-35 persen menjadi 10 persen, lalu dikurangi lagi ke 7 persen. 

IHSG 2025
Tahun ini, IHSG kembali mengalami guncangan besar. Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menjelaskan bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan IHSG jatuh lebih dari 6 persen dalam sesi perdagangan pertama Selasa ini. 

"Dari sisi global, ketegangan geopolitik meningkat karena Presiden Rusia Vladimir Putin berencana memperpanjang perang, sementara Uni Eropa menaikkan tarif balasan terhadap Amerika Serikat. Selain itu, ada kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi di AS yang semakin nyata," kata Nico, dikutip Antara, Selasa (18/3/2025). 

Dari dalam negeri, tekanan berasal dari melemahnya penerimaan negara yang turun hingga 30 persen. Hal ini menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar, memaksa pemerintah untuk menerbitkan lebih banyak utang, yang pada akhirnya melemahkan nilai tukar rupiah. 

"Defisit APBN mencapai Rp31,2 triliun per Februari 2025, sementara penerimaan pajak domestik turun hingga 30,19 persen secara tahunan, hanya mencapai Rp269 triliun. Ini membuat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga semakin sempit," jelas Nico. 

Kondisi ini menyebabkan para investor mulai mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman seperti obligasi. Akibatnya, tekanan jual di pasar saham semakin meningkat, memperparah anjloknya IHSG. 

Untuk diketahui, IHSG akhirnya ditutup melemah 395,87 poin atau 6,12 persen ke posisi 6.076,08 pada sesi perdagangan pertama Selasa (18/3/2025). Sementara itu, indeks LQ45 juga turun signifikan sebesar 38,27 poin atau 5,25 persen ke level 691,08. 

Baca Juga : BEI Kembali Buka Perdagangan Bursa Setelah IHSG Anjlok, Ini Penjelasannya

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, membandingkan kejatuhan IHSG kali ini dengan peristiwa pada 2019 saat perang dagang AS-China berlangsung. Kala itu, IHSG anjlok hingga 10 persen ke level 6.056.
"Saat itu, BEI melihat jika penurunan di atas 2 persen sudah berbahaya, di atas 5 persen harus dianalisis, sementara di atas 7,5 persen sudah dianggap sebagai krisis yang memerlukan tindakan cepat," ujarnya. 

Senada dengan itu, Head of Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menyoroti bahwa kejatuhan IHSG kali ini lebih banyak dipicu oleh faktor domestik

"Kami melihat dampaknya merupakan akumulasi dari beberapa sentimen negatif, terutama defisit APBN yang meningkat tajam. Per Februari 2025, defisit mencapai 0,13 persen dari PDB atau Rp31,2 triliun, dibandingkan tahun lalu yang masih surplus Rp26,04 triliun. Penerimaan pajak juga turun drastis, dari Rp400,36 triliun pada Februari 2024 menjadi hanya Rp187,8 triliun di bulan yang sama tahun ini," jelasnya. 

Menurut Oktavianus, kondisi fiskal yang memburuk mendorong aksi jual besar-besaran oleh investor asing. Hingga 17 Maret 2025, investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp26,9 triliun. 

"Sentimen ini terus mendorong aksi jual di IHSG dan akhirnya 'meledak' hari ini, diperparah oleh aksi ambil untung di saham teknologi yang sebelumnya mengalami kenaikan tajam. Tekanan juga terjadi pada saham-saham perbankan besar, semakin menekan IHSG," lanjutnya. 

Ia juga mencatat bahwa panic selling dari investor ritel memperburuk situasi, sehingga BEI terpaksa melakukan trading halt untuk meredam volatilitas pasar. 

Sejak awal dibuka hingga penutupan sesi pertama, IHSG bergerak dalam rentang 6.011 hingga 6.483, menunjukkan betapa besarnya gejolak yang terjadi di pasar saham Indonesia hari ini.


Topik

Ekonomi IHSG indeks harga saham gabungan harga saham saham



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Tulungagung Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Sri Kurnia Mahiruni