JATIMTIMES - Memasuki bulan Ramadan, banyak pertanyaan seputar hal-hal yang membatalkan puasa di bulan Ramadan bermunculan.
Salah satunya tentang apakah nonton mukbang di siang hari dapat membatalkan puasa atau tidak.
Baca Juga : Hukum Mencabut Rumput di Kuburan, Begini Pandangan Mahzab Syafi’i dan Hanafi
Mukbang merupakan salah satu tontonan yang kini banyak digemari. Istilah mukbang berasal dari tren di Korea yang merujuk pada video konten makan dalam porsi yang sangat banyak. Konten jenis ini bahkan sangat populer di YouTube, Instagram dan Tiktok.
Menurut KBBI, mukbang atau mokbang merupakan siaran langsung atau video yang mempertontonkan orang memakan banyak makanan untuk hiburan.
Meski sedang berpuasa, seseorang terkadang menggunakan waktu luangnya atau secara tidak sengaja menonton video mukbang.
Namun, hal ini menjadi tanda tanya, mengingat puasa adalah amalan dengan menahan nafsu. Lantas bagaimana hukum nonton mukbang saat puasa? Berikut penjelasannya.
Hukum Menonton Video Mukbang Saat Puasa
Menurut Ustaz Husein Ja'far, menonton video mukbang tidak membatalkan puasa. Namun hal ini dapat mengurangi pahala puasa di bulan Ramadan.
“Iya (mengurangi pahala) kalau niatnya untuk kita tidak menahan nafsu, biar ‘wah enak ni nonton mukbang,” ujarnya dikutip dari YouTube short @djoelyzone.
Baca Juga : Benarkah Kurma Harus Dicuci Sebelum Dimakan? Ini Penjelasannya
“Dan kalau bisa sampai titik kamu bisa enjoy puasa. Jadi, jangan menjalani puasa sebagai beban. Kalau nonton mukbang karena (Merasa puasa) beban untuk mengganggu nafsumu, maka itu bisa mengurangi pahala puasa,” lanjutnya.
Namun, hal tersebut menurutnya tidak berlaku bagi mereka yang berprofesi atau berkecimpung di dunia masak.
“Bahkan dalam hal itu (Puasa) boleh mencicipi. Seorang ibu rumah tangga atau chef boleh mencicipi makanan yang dia masak, tetapi langsung dikeluarin lagi (Tidak boleh tertelan) dan syaratnya sedikit aja, jangan satu sendok,” ungkap Habib Ja'far.
Ibnu Abbas berkata, “Tidak masalah bagi seseorang untuk mencicipi makanan, baik makanan berupa cuka atau makanan lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya, dalam keadaan dia berpuasa.” (HR. Al-Baihaqi).