JATIMTIMES - Per Senin (4/11), topik "La Nina" kembali menjadi perhatian publik, muncul sebagai trending di penelusuran Google. Tren ini tidak lepas dari pernyataan BMKG yang mengonfirmasi beberapa gejala La Nina sudah mulai tampak di Indonesia sejak akhir Oktober. Kondisi ini membuat masyarakat semakin penasaran tentang apa itu La Nina dan bagaimana dampaknya.
Mengutip keterangan dari situs BMKG, La Nina adalah anomali iklim global yang menyebabkan suhu permukaan laut (SPL) di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik tropis menjadi lebih dingin dari biasanya. Hal ini berbanding terbalik dengan El Nino, yang justru memicu kenaikan suhu permukaan laut.
Baca Juga : Fenomena La Nina Kian Terlihat di Indonesia, Waspada Dampaknya!
Penurunan suhu laut ini memengaruhi pola sirkulasi atmosfer di atas Samudra Pasifik, atau yang dikenal dengan sirkulasi Walker. Efeknya tidak hanya mempengaruhi cuaca di kawasan Pasifik, tetapi juga berdampak pada pola cuaca di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
La Nina dapat terjadi setiap beberapa tahun sekali dan biasanya bertahan selama beberapa bulan hingga dua tahun.
La Nina serta El Nino memberikan pengaruh yang signifikan terhadap curah hujan di Indonesia. Di periode Juni-Juli-Agustus (JJA), La Nina meningkatkan curah hujan hampir di seluruh wilayah Nusantara. Sementara itu, pada periode September-Oktober-November (SON), pengaruh La Nina dirasakan di wilayah tengah dan timur Indonesia.
Di Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM), efek La Nina memengaruhi peningkatan hujan di wilayah timur Indonesia. Selama fenomena ini, curah hujan umumnya naik 20-40% lebih tinggi dari kondisi normal, bahkan di beberapa daerah bisa melampaui 40%.
Pada periode puncak musim hujan (DJF), La Nina tidak memberi peningkatan curah hujan yang signifikan di bagian barat dan tengah Indonesia, karena interaksi dengan angin monsun.
Baca Juga : Syarat Wanita Jika Ingin Berkarier Diungkap Buya Yahya
La Nina dengan dampak besar pernah terjadi pada 2010, di mana curah hujan di Indonesia mencapai level ekstrem. Terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan sebagian Kalimantan.
Sebaliknya, El Nino pada umumnya menyebabkan penurunan curah hujan yang drastis. Sebagai contoh, El Nino tahun 1997 mengakibatkan kekeringan yang meluas di Indonesia, terutama di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta beberapa area di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Selama La Nina, sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan curah hujan pada periode JJA dan SON, sementara wilayah barat Indonesia merasakan dampaknya di periode DJF dan MAM. Namun, peningkatan curah hujan ini tidak berarti musim kemarau tidak terjadi sama sekali, hanya saja akan cenderung lebih basah.
Peningkatan curah hujan yang signifikan saat La Nina juga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan badai tropis. Sebaliknya, El Nino dapat meningkatkan potensi kebakaran hutan akibat cuaca yang lebih kering.
Dikutip dari laman BRIN, siklus El Nino dan La Nina telah terpantau sejak 1961 hingga 1993. Edvin Aldrian, Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, menjelaskan bahwa El Nino dan La Nina memiliki dampak yang bertolak belakang terhadap curah hujan di Indonesia. “Indonesia merupakan daerah pintu masuk dari El Nino. Anomali tinggi muka laut di wilayah Indonesia menunjukkan korelasi negatif dengan indeks El Nino di Samudra Pasifik,” ungkap Edvin, sebagaimana dilansir laman BRIN, Senin (4/11).
Edvin menambahkan, fenomena El Nino dan La Nina, serta pemanasan global, memengaruhi suhu permukaan Samudra Pasifik. La Nina, dengan suhu permukaan laut yang lebih dingin, memiliki dampak luas pada pola cuaca di berbagai negara, termasuk Indonesia. "Dampak La Nina tak hanya terbatas pada curah hujan, tetapi juga berpengaruh pada sektor pertanian, perikanan, dan ekosistem laut," jelasnya.
Sebagai mitigasi, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak El Nino dan La Nina:
1. Edukasi dan Informasi
Mengakses informasi terkini tentang El Nino dan La Nina dari sumber resmi, seperti BMKG.
2. Manajemen Air
Pada periode El Nino, hemat penggunaan air dan cari alternatif sumber air untuk mengatasi kekeringan. Masyarakat dan pemerintah dapat membangun infrastruktur penampungan air. Saat La Nina, pastikan sistem drainase berfungsi baik untuk mencegah banjir.
3. Pertanian
Petani disarankan untuk menyesuaikan musim tanam dengan prediksi cuaca. Menggunakan varietas tanaman yang tahan terhadap kondisi kering atau basah bisa membantu mengurangi risiko kerugian.
4. Kesiapsiagaan Bencana
Kesiapsiagaan terhadap bencana seperti banjir dan longsor saat La Nina, serta kebakaran hutan saat El Nino, perlu ditingkatkan. Masyarakat bisa mempersiapkan rencana evakuasi dan perlengkapan darurat.
5. Kebijakan dan Infrastruktur
Pemerintah diharapkan memperkuat kebijakan serta membangun infrastruktur untuk mengatasi dampak perubahan iklim, termasuk teknologi pengelolaan air dan sistem peringatan dini.
Demikian langkah-langkah mitigasi yang bisa dilakukan untuk membantu masyarakat menghadapi perubahan iklim akibat siklus El Nino maupun La Nina secara lebih baik. Semoga informasi ini bermanfaat!