Jepang Tolak Pemakaman Muslim, Komentar Politisi Picu Amarah Publik

Reporter

Binti Nikmatur

Editor

Yunan Helmy

08 - Dec - 2025, 05:53

Sebuah pemakaman di Kyoto menyediakan ruang khusus bagi umat Muslim. (Foto: Koji Nozawa)

JATIMTIMES - Jepang kembali menjadi sorotan setelah rencana pembangunan pemakaman Muslim ditolak. Penolakan ini memicu kekhawatiran dan rasa tidak aman di tengah komunitas Muslim yang selama ini kesulitan mendapatkan tempat pemakaman sesuai syariat Islam.

Kontroversi semakin memanas ketika dalam sebuah rapat komite kesejahteraan, seorang anggota parlemen Jepang, Mio Sugita, dilaporkan melontarkan komentar yang dinilai ofensif kepada para advokat pemakaman Muslim.

Baca Juga : Tebing Setinggi 6 Meter Longsor Timbun Jalan di Poncokusumo

Sugita disebut menyampaikan bahwa jika umat Muslim tetap ingin pemakaman secara tradisional, maka mereka harus “kembali ke negara asal dan kubur di sana”.

Pernyataan tersebut menyebar luas di media sosial dan mendapat kecaman, terutama karena dianggap mengabaikan hak beragama serta keberadaan Muslim yang telah lama tinggal di Jepang sebagai warga negara.

Untuk diketahui, budaya pemakaman di Jepang secara umum mengandalkan kremasi. Tercatat sekitar 99% jenazah di negara tersebut dikremasi, sehingga kebutuhan lahan pemakaman sangat kecil. Kondisi ini membuat pemakaman tanah semakin sulit direalisasikan.

Saat ini, hanya terdapat sekitar 10 pemakaman Muslim di seluruh Jepang. Bahkan, sejumlah lokasi masih menghadapi penolakan warga dengan alasan kekhawatiran pencemaran air tanah dan keterbatasan lahan.

Akibat minimnya fasilitas tersebut, banyak keluarga Muslim diminta memilih kremasi, yang bertentangan dengan keyakinan Islam atau mengirim jenazah ke negara asal untuk dimakamkan.

Sebelumnya, masalah serupa terjadi pada rencana pembangunan pemakaman Muslim di Hiji, wilayah Kyushu. Pada 2020, Beppu Muslim Association yakin bisa mendapatkan persetujuan pemerintah daerah untuk mendirikan pemakaman sesuai syariat.

Namun hingga kini, prosesnya tak kunjung selesai. Berbagai misinformasi dan serangan di media sosial turut mempersulit rencana tersebut.

Ketua asosiasi, Muhammad Tahir Abbas Khan, mengaku telah menempuh berbagai langkah, termasuk upaya hukum akibat serangan personal dari seorang YouTuber ternama. 

Khan telah menjadi warga negara Jepang dan tinggal sejak 2001. Ia menyebut tuduhan yang menyebut dirinya ingin menjadikan Jepang mayoritas Muslim sebagai “fitnah yang menyakitkan”.

Tak hanya itu. Komentar-komentar bernada kebencian terhadap komunitas Muslim membanjiri pemberitaan terkait rencana pemakaman tersebut. Sebagian di antaranya menolak dengan alasan adat dan budaya Jepang yang berbeda.

Baca Juga : Bupati Gresik Tegaskan APBD 2026 untuk Rakyat: Infrastruktur Permukiman, Pendidikan, dan Air Bersih Dipercepat

Komunitas Muslim di Jepang diperkirakan berjumlah lebih dari 350.000 jiwa. Sebagian besar datang untuk studi atau bekerja dan memilih menetap. Khan memperkirakan hanya 5% yang kembali ke negara asal.

Karena itu, kebutuhan pemakaman bagi umat Muslim dipastikan meningkat. Pasalnya, sebagian besar dari mereka akan menghabiskan hidup dan meninggal di Jepang.

“Kalau Jepang ingin menarik talenta terbaik dan pekerja profesional dari luar negeri, kebutuhan dasar seperti pemakaman sesuai keyakinan juga harus dipenuhi,” ujar Khan.

Beppu Muslim Association kini menempuh upaya alternatif. Mereka bekerja sama dengan perwakilan agama lain yang juga menganut pemakaman dalam tanah, dengan harapan bisa mewujudkan pemakaman multiagama di setiap prefektur.

Beberapa kota seperti Yokohama dan Kobe sudah memiliki fasilitas pemakaman untuk berbagai agama, namun jumlahnya masih jauh dari cukup.

Khan menilai, penolakan yang mereka hadapi dipicu rumor yang salah arah. Ia menyebut banyak isu yang berkembang tanpa dasar, seperti klaim bahwa biaya pemakaman akan memakai dana publik atau adanya ancaman keamanan dari kehadiran Muslim.

“Keberatan-keberatan itu hanya omong kosong. Saya masih sulit memahami bagaimana masyarakat bisa begitu terpengaruh oleh informasi yang keliru,” kata Khan.