JATIMTIMES - Beribadah ke tanah suci untuk mengerjakan rukun islam kelima merupakan harapan setiap umat Islam. Jika kesempatan itu datang, manakah yang harus didahulukan, apakah berhaji untuk diri sendiri, ataukah mendahulukan orangtua?
Menurut Ustaz Abdul Somad (UAS) seorang anak yang menggendong ibunya berjalan kaki dari Jakarta ke Mekkah, tidak bisa menebus teriakan ibunya saat melahirkan ke dunia ini.
Baca Juga : Tahapan Pilkades Serentak di Banyuwangi Jalan Terus, Fraksi Gerindra Sejahtera Beri Catatan
"Seorang anak pergi haji padahal ibunya belum pernah naik haji. Pulang dari sini kau ambil kain selendang, gendong ibumu dari Jakarta jalan kaki ke kota Mekkah," kata Ustaz Abdul Somad, dikutip video dari akun Twitter @sosmedkeras.
"Sampai di Makkah tawaf 7 putaran, naik ke bukit Safa ke Marwah 7 putaran dan tahalul. Maka (hal itu semua) belum dapat menebus sekali teriakannya (Ibu) saat melahirkan," imbuh penjelasan Ustaz Abdul Somad.
Oleh karena itu, Ustaz Abdul Somad meminta agar para anak yang memiliki uang buatlah hati orang tua bahagia. "Yang punya uang senangkan-lah hati orang tua. Buatlah ibumu seperti raja maka rezekimu akan seperti raja-raja," tandas Ustaz Abdul Somad.
Diketahui, perintah agar umat Islam mengerjakan ibadah haji difirmankan Allah dalam Surah Ali Imran:97 yang artinya "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah ...".
Dalam ayat tersebut, ditegaskan bahwa haji adalah ibadah yang hukumnya wajib, tetapi bagi yang mampu. Mampu dalam hal ekonomi, fisik dan batin. Jika seseorang tidak memiliki salah satu kemampuan tersebut, maka ibadah haji tidak wajib dikerjakan.
Baca Juga : Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Madura, Bangkalan Yang Terakhir
Salah satu hadist riwayat Nabi Muhammad, yang dikutip dalam "Memahami Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji" oleh Muhammad Ishom dijelaskan "Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatangnya (kendaraannya) hilang, dan ada hajat yang menghalangi."
Serupa dengan hadist tersebut, 3 dari 4 madzab Islam yakni Hanafi, Maliki dan Hambali juga memiliki pandangan bahwa pentingnya menyegerakan haji ketika mampu.
Sementara itu, mahzab Syafi'i memiliki pendapat yang lebih lentur, bahwa haji tidak harus disegerakan. Dengan catatan, orang yang mampu harus punya tekad untuk melaksanakan haji pada tahun-tahun berikutnya. Dan catatan lainnya, setelah pulang haji, orang mampu tersebut harus tetap mampu secara fisik atau ekonomi.