JATIMTIMES - Nama resmi Kembang Jepun pada masa kolonial adalah Handlestraat alias Jalan Perdagangan.
Dikutip dari akun Tiktok @ibennews, dulu, bahasa Melayu menyebut Jepang dengan Jepun. Sejak lama, pribumi lebih suka memanggilnya dengan Kembang Jepun.
Baca Juga : Haul Ke-2 Almagfurlah KH. Agus Sunyoto Dihadiri Gus Kautsar dan Muhibbin dari Berbagai Kota
Sebab, pada masa itu banyak berdiri Shinju alias rumah bordil yang dikelola oleh orang-orang Jepang. Yang mana, penghuni di dalamnya adalah para pekerja seks komersial impor dari Jepang.
Kembang Jepun bukan di eranya Miyabi. Sekitar 1860 an, Jepang memberi kawasan Kembang Jepun, psk dari Jepang mulai membanjiri kawasan Kembang Jepun.
Itu sesuai dengan keterangan Merle Calvin Ricklefs dalam sejarah Indonesia modern 1200 hingga 2008 yang menyebutkan mulai tahun 1868 hampir setengah juta perempuan Jepang diselundupkan ke Asia Tenggara untuk pelacuran.
Sebab, pada masa itu di Jepang sedang mengalami kemiskinan akibat periode Meiji.
Selanjutnya, popularitas Kembang Jepun sebagai lokalisasi pelacuran mulai sepi sekitar tahun 1910.
Lalu pada sepuluh tahun kemudian tidak ada satupun rumah bordir di tempat ini.
Baca Juga : Eks Penyidik KPK Sebut Akses Masuk Endar Dicopot
Kemudian, dalam catatan Terence menjelaskan surutnya popularitas lokalisasi Kembang Jepun karena terbitnya produk hukum moral masyarakat di Hindia Belanda.
Hukum yang melawan perzinaaan itu berimbas pada dunia pelacuran. Akhirnya, banyak rumah bordir yang tutup atau beroperasi sembunyi-sembunyi.
Yang membuat tambah suram, bahkan akhirnya rumah bordir tutup secara permanen.
Ketika Kaisar Thaiso naik tahta pada 1912, membubarkan bisnis pelacuran orang-orang Jepang di Asia, termasuk di Kembang Jepun.