Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa Kisah-Kisah Heroik Melawan Penjajah

Kisah Wanita Muda Berhati Baja Asal Maluku yang Berani Lawan Belanda

Penulis : Hendra Saputra - Editor : A Yahya

13 - Aug - 2022, 11:33

Monumen Martha Christina Tiahahu (foto: istimewa)
Monumen Martha Christina Tiahahu (foto: istimewa)

JATIMTIMES - Kisah perjuangan para pahlawan nasional akan terus dikenang. Salah satunya yakni pejuang wanita dari tanah Maluku, Martha Christina Tiahahu.

Dalam beberapa versi, Christina adalah pejuang perempuan yang sangat peduli pada nasib warga dan negaranya. Hal itu karena sikap penjajah yang sewenang-wenang dan mengakibatkan penderitaan rakyat yang panjang.

Baca Juga : Demokrat Tawarkan Emil untuk Pilgub Jatim, KIB Utamakan Kader Sendiri untuk Dampingi Khofifah 

 

Cerita bermula pada tahun 1600-an. Saat itu, Belanda sudah mendapatkan tempat berpijak yang baik di Kepulauan Maluku. Perluasan perdagangan di bawah bendera VOC mampu mengusir pedagang bangsa asing lainnya. Baik Inggris maupun Portugis, seakan tak diberi kesempatan menguasai hasil kekayaan rempah-rempah yang terdapat di bumi Maluku.

Kebun-kebun pala direbut dari tangan bumiputra, sama halnya juga dengan kebun-kebun cengkeh. Hak asasi rakyat setempat secara sewenang-wenang terus diinjak. Kebun-kebun besar yang menghasilkan bahan rempah-rempah dialihkan ke pemilik baru, yaitu bangsa Belanda sendiri. Sementara pihak bumiputra, semuanya ditindas. 

Maluku adalah daerah yang memiliki hasil bumi berupa rempah-rempah dengan kualitas yang baik. Wajar saja bila harganya mahal di pasar Eropa.

Belanda yang tahu akan hal tersebut langsung mengirimkan banyak armada lautnya ke Maluku. Bukan hanya untuk berdagang, namun mereka rakus dengan kekayaan hasil bumi yang dihasilkan di Maluku.

Sebagai informasi, Martha Christina Tiahahu seorang wanita yang merupakan putri sulung dari pasangan Sina dan Paulus Tiahahu. Christina bersama keluarganya tinggal di Desa Abubu, Pulau Nusa Laut. Saat Christina remaja, ia sangat setia kepada ayahnya untuk berjuang melawan penjajah Belanda.

Bersama sang ayah Christina berjuang keras dan mati-matian untuk melawan kolonial Belanda dari Tanah Air. Pada 17 Mei 1817, Benteng Duustede yang berhasil dikuasai oleh pasukan Maluku, pada masa itu juga disusul dengan jatuhnya Benteng Beverwijk. Dan pasukan Belanda yang ada di dalam kedua benteng tersebut pun tewas.

Ketika rakyat Maluku mengambil Benteng tersebut, Di medan pertempuran Kapitan Paulus Tiahahu selalu memberi teladan kepada putrinya mengukuhkan mentalnya agar pantang menyerah melawan penjajah Belanda.

Ternyata, semangat perjuangan Kapitan Paulus Tiahahu menular kepada putrinya. Ia pun tumbuh sebagai gadis pemberani nan sangat tegar, hingga suatu ketika, Cristina dan ayahnya berhasil menguasai benteng Beverwijk, dari kemenangan ini pihak Belanda tidak terima atas kekalahannya, kemudian Belanda mengarahkan kapal Zwalau untuk merebut kembali Benteng Beverwijk. Namun berkat kegigihan dan strategi dari Cristina dan ayahnya, sehingga Benteng Beverwijk bisa di pertahankan. 

Disisi lain, sebagai seorang Sultan Kerajaan Tidore, Sultan Nuku selalu berusaha agar bisa meringankan beban rakyatnya dari upaya penindasan kolonial Belanda. Ketika usaha Sultan Nuku mengusir Belanda, Sultan Nuku berhasil membina angkatan perang dengan armada terdiri dari 200 kapal perang dan 6.000 orang pasukan.

Sultan Nuku menempuh perjuangannya melalui kekuatan senjata maupun politik diplomasi. Ketika Sultan Naka mempunyai siasat untuk mengadu domba terhadap Belanda dan Inggris hal ini dapat membebaskan kota Soa Siu dari kekuasaan Belanda pada masa 20 Juni 1801, kemudian Maluku Utara berhasil dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Nuku yakni Tidore. 

Belanda pun tak tinggal diam, mereka akhirnya mengganti strateginya untuk kembali menguasai benteng Beverwijk. Mereka menggunakan cara menipu muslihat.

Ketika itu, Belanda memasuki benteng tersebut dengan mengatasnamakan Raja Nusa Laut, Sosalisa mengatakan bahwasanya para raja telah sepakat untuk berdamai dengan Belanda. Pada tanggal 18 November 1817 Belanda berhasil menipu Raja Nusa Laut. Belanda pun berhasil menguasai Benteng Beverwijk.

Baca Juga : Pendaftaran The Wedding Expo Millenial JatimTIMES 2022 Dibuka Sampai Akhir Agustus, Para Vendor Mulai Berbondong-Bondong Daftar 

 

Pada 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura dan beberapa kawannya menjalani hukuman mati oleh kolonial Belanda dengan hukuman di tiang gantungan.

Kapitan Pattimura dan kawan seperjuangannya gugur sebagai pahlawan rakyat yang tertindas oleh kolonial Belanda. Dalam perlawanan ini di kenal pula pahlawan wanita sebagai tokoh yaitu Martha Christina Tiahahu.

Perlawanan yang dilakukan Kapitan Pattimura apa yang disebut dengan Thomas Matules yang diawali dengan penyebaran terhadap benteng Belanda yang bernama “Benteng Duurstede” di Saparua.

Setelah berhasil merebut kembali benteng-benteng tersebut, Belanda melakukan penangkapan Christina dan ayahnya. Mereka kemudian diadili dan dijatuhkan hukuman. Sang ayah yang bernama Kapitan Paulus harus menjalani tembak hukuman mati, sementara Christina dibebaskan karena belum cukup umur untuk menjalani hukuman. Ayahnya mengajak Christina untuk menyaksikan hukuman yang diberi Belanda untuk ayahnya, ketika ayahnya ditembak hingga tewas oleh pihak Belanda, Christina merasa teramat sangat sedih ketika mengetahui ayahnya yang tewas dan tidak bisa menolong ayahnya, ketika ayahnya mendapatkan hukuman tersebut Christina lah yang akan melanjutkan perjuangan ayahnya untuk membebaskan Maluku dari jajahan Belanda.

Ketika ia dibebaskan Christina melarikan diri ke hutan, guna mengumpulkan pasukan, dengan harapan agar ia bisa melanjutkan perjuangan sang ayah untuk melawan Belanda. Karena kekuatan pasukannya jauh lebih kecil dibandingkan pasukan Belanda. Sehingga usahanya gagal dan Belanda berhasil menangkap Chirstina dan 39 orang pejuang lainnya.

Ketika Belanda berhasil menangkapnya, Belanda memberikan hukuman pada Christina kerja paksa di perkebunan kopi di pulau Jawa. Christina yang bersama 39 tawanan yang lain dibawa ke pulau Jawa dengan menggunakan kapal Eversten.

Sebagai protes terhadap penjajah Belanda, kemudian Chistina tidak mau makan sehingga ia jatuh sakit. Dan dari beberapa cerita mengatakan bahwasannya ketika Chirstina jatuh sakit ia menolak diberikan obat oleh Belanda sehingga kondisi Christina semakin memburuk.

Akhirnya pada tanggal 1 Januari 1818 Martha Christina Tiahahu meninggal dunia dalam perjalanan ketika berada di kapal Belanda Eversten. Jenazahnya kemudian secara diam-diam diturunkan ke laut oleh seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya, ketika jasadnya ditemukan, Christina kemudian dimakamkan di tanah kelahirannya, yaitu Nusa Laut, Maluku. 

Penghisapan, penghinaan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda menyebabkan Martha Christina Tiahahu untuk tampil memimpin perjuangan demi mengentaskan penderitaan rakyat. Dengan segala daya upaya dan pikiran, perjuangannya dilakukan di tengah-tengah rakyat. Ketulusan dan keteladanan Martha Chirsthina Tiahahu patut dikenang sampai sekarang. 

Perjuangan Martha Christina Tiahahu untuk berjuang melawan kolonial Belanda dengan umur yang terbilang sangat muda dalam membela tanah air memberi semangat kepada kaum pria untuk membela Negeri. Atas jasanya tersebut, pada tanggal 10 Mei 1969 berdasarkan SK presiden no. 012/ TK/ 1969 di beri gelar pahlawan Indonesia.


Topik

Peristiwa


Bagaimana Komentarmu ?


JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Tulungagung Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Hendra Saputra

Editor

A Yahya