JOMBANGTIMES - Kiai S (50), seorang pimpinan salah satu ponpes di Jombang ditangkap polisi karena mencabuli dan menyetubuhi 6 santriwatinya. Akankah predator anak ini layak untuk dijatuhi hukuman kebiri kimia?
Ketua Lembaga Pendampingan dan Perlindungan Anak (LP2A) Jombang, Muhammad Sholahuddin menilai hukuman kebiri kimia bisa diterapkan terhadap Kia S. Menurutnya, ada beberapa kriteria untuk bisa dilakukan kebiri kimia terhadap pelaku tindak kejahatan seksual anak di bawah umur.
Baca Juga : Terkait Penyaluran Bantuan, Plh Bupati Trenggalek Tegaskan OPD Lebih Serius Pengawalan
Seperti pada kasus Kiai S ini. Pimpinan ponpes di Kecamatan Ngoro ini telah melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap 6 santriwatinya. Ia melakukan kejahatan seksual itu sejak 2 tahun terakhir. Karena posisi pelaku seorang pendidik dan korbannya lebih dari satu, lanjut Sholahuddin, maka hukuman kebiri kimia pantas dikenakan.
"Kalau melihat dari kronologi dan latar belakangnya sudah memenuhi syarat dikenakan kebiri kimia. Karena ini korbannya lebih dari satu. Kami berkepentingan mendorong itu (kebiri kimia) supaya menjadi pertimbangan majelis hakim," terangnya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (17/02).
Pelaksanaan kebiri kimia ini bertujuan untuk membuat efek jera kepada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Hukuman kebiri saat ini sudah didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Untuk itu, LP2A sebagai bagian dari tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jombang dalam hal layanan dan pendampingan perempuan, anak dan korban, medorong kebiri bisa diterapkan oleh pengadilan.
"Di Mojokerto dan Surabaya sudah memberi vonis kebiri kimia. Itu bisa menjadi yuris prudensi. Apalagi peraturan pemerintah tentang kebiri kimia sudah keluar. Artinya, undang-undang sudah harus dilaksanakan karena PP-nya sudah dikeluarkan," kata Sholahuddin.
Sementara, Dekan Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang Dr Tri Susilowati juga menilai kebiri kimia bisa dikenakan pada kasus Kiai S ini. Hanya saja, kata dia, pemerintah harus mempertimbangkan dampak kebiri kimia bagi terpidana.
"Sesuai aturan bisa saja. Apalagi anak-anak dilindungi Undang-undang Perlindungan Anak. Namun, saat undang-undang kebiri keluar, ternyata banyak pertimbangan lagi. Karena akibat dikebiri luar biasa. Jangan sampai akibat kebiri, pelaku menjadi seperti mayat hidup," tandasnya.
Baca Juga : Logistik Menipis, Pengungsi Banjir Jombang Menjerit
Kasus santri dicabuli dan disetubuhi ini mencuat setelah polisi berhasil mengamankan pimpinan ponpes di Kecamatan Ngoro, Kiai S (50). Ia diringkus Satreskrim Polres Jombang karena telah mencabuli dan menyetubuhi 6 santriwatinya. Aksi bejat tersangka dilakukan saat tengah malam di asrama putri ponpesnya sejak 2019-2020.
Saat ini, Satreskrim Polres Jombang terus mendalami skandal kiai cabul itu. Dari keterangan 6 korban, polisi telah mendapatkan informasi 15 korban lainnya.
Akibat perbuatannya, Kiai S disangka dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) dan Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) dan (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Ancaman hukumannya minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun penjara. Karena tersangka adalah pengasuh anak, pendidik atau tenaga pendidikan, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana tersebut," ungkap Kapolres Jombang AKBP Agung Setyo Nugroho.(*)