Aksi matikan mikrofon Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna Senin (5/10/2020) hingga kini masih menuai polemik. Berbagai kritikan tertuju kepada Puan lantaran sikapnya yang dinilai tidak benar.
Bahkan, aksi Puan itu disebut sebagai bukti dia tidak memiliki kemampuan menjadi seorang pemimpin dan pembungkaman terhadap aspirasi rakyat.
Baca Juga : Polemik PKL Stadion Gelora Bangkalan, Akhirnya Temukan Solusi
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow. Jeirry mengatakan sangat menyesalkan sikap yang dilakukan Puan di rapat paripurna itu.
"Itu menunjukkan bahwa pimpinan DPR tidak memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin kalau menghentikan argumentasi dengan mematikan mik. Itu sebuah kebodohan berpolitik yang ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia secara vulgar," kata Jeirry melalui diskusi virtual, Rabu (7/10/2020).
Lebih lanjut ia menilai jika Puan saat itu sangat konyol dan menjadi contoh yang tak elok bagi masyarakat. Menurut dia, seorang pimpinan DPR harus bisa membalas argumentasi untuk memathkan gagasan anggota dewan.
"Gagasan yang disampaikan anggota DPR itu kan sebetulnya representasi gagasan rakyat. Masa gagasan rakyat itu dimatikan hanya dengan mematikan mik. Menurut saya, ini peristiwa konyol," tegas Jeirry.
Menurut dia, insiden ini menunjukkan pengesahan UU Cipta Kerja memang sejak awal tak memberikan ruang terhadap rakyat. Bahkan, Jeirry menilai pengesahan UU Cipta Kerja ini terkesan dipaksakan.
Baca Juga : Polda Jatim Turun ke Blitar, Tangani Permasalahan Kasat Sabhara VS Kapolres
"Kalau mau jujur, sejak awal kita hampir tidak pernah mendapatkan ada masyarakat sipil yang setuju dengan undang-undang, tapi pemerintah memaksa DPR, lalu DPR juga memaksakan," klaimnya.
Diketahui, aksi Puan tersebut dilakukan saat anggota fraksi Demokrat Benny K. Harman dan Irwan Fecho hendak menyampaikan pendapatnya di rapat paripurna.