Anggota Komisi VI Fraksi Partai NasDem Slamet Junaidi mendukung langkah Pemerintah melakukan impor gula mentah (raw sugar) sebanyak 381 ribu ton.
Slamet mengatakan, keputusan Menteri BUMN melalui Surat Kementerian BUMN bernomor S-288/MBU/05/2016 kepada PT. Perkebunan Nusantara X (PTPN X) untuk melakukan impor gula mentah adalah untuk menutupi kekurangan bahan baku lokal.
Apalagi jelang Ramadhan dan Idul Fitri, kebutuhan gula untuk konsumsi akan meningkat dan bisa menimbulkan ketidakstabilan harga gula di pasaran. Dengan pasokan yang cukup, kenaikan harga gula bisa ditekan.
"Langkah ini diambil berdasarkan kompensasi saat pabrik gula BUMN tidak bisa mencukupi rendeman (kadar gula) tebu petani sesuai yang ditarget kementerian BUMN sebesar 8,5 persen. Sedangkan diperkirakan saat ini hanya dalam kisaran 6-7 persen, tentunya masih ada kekurangan 1,5 persen. Nah, untuk menutupi kekurangan maka mereka bisa memenuhinya dengan menggiling gula impor," ujar Slamet kepada SURABAYATIMES, Kamis (26/5/2016).
Pria kelahiran Madura ini menambahkan, dalam upaya menutupi kekurangan bahan baku gula, jangan berhenti dengan impor saja, melainkan Pemerintah harus bisa membuat kebijakan yang menjamin kestabilan harga di pasaran.
Dalam membuat kebijakan, Slamet juga meminta agar tidak membuat petani tebu merugi dan ada kompensasi bagi petani dari kebijakan tersebut.
"Hal ini harus dilakukan, agar para petani tebu tidak merasakan kehilangan pendapatan dan merugi saat masa giling 2016-2017 atas pemberlakuan impor yang berlaku dua tahun ini," tegasnya.
Meski mendukung langkah Pemerintah, Slamet berharap impor gula mentah tidak menjadi langkah yang rutin diambil, karena prioritas pemerintah adalah meningkatkan produksi tebu dari petani.
"Supaya tidak lagi impor gula mentah, Pemerintah perlu memberikan insentif kepada para petani tebu untuk meningkatkan tanaman tebu dan kualitasnya," tutur anggota Komisi Industri dan Perdagangan DPR ini.
Slamet juga menyoroti perlunya perbaikan mesin-mesin pabrik gula. Karena hampir sebagian besar mesin-mesin yang ada merupakan peninggalan Belanda. Rendeman gula mentah yang dihasilkan pun hanya di kisaran 6-7 persen saja, tidak bisa mencapai target 8,5 persen. (*)