Habib Ja’far: QRIS Jadi Senjata Anak Muda untuk Kedaulatan Rupiah

Editor

Dede Nana

29 - Sep - 2025, 04:17

Husein Ja’far Al Hadar atau yang akrab disapa Habib Ja’far, saat menjadi pembicara dalam Kuliah Kebangsaan yang digelar Bank Indonesia bersama Universitas Negeri Malang, Senin (29/9/2024) (Anggara Sudiongko/MalangTimes)

JATIMTIMES - Bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia bukan sekadar angka, melainkan peluang besar untuk menentukan arah bangsa. Hal itu ditegaskan oleh Husein Ja’far Al Hadar atau yang akrab disapa Habib Ja’far, saat menjadi pembicara dalam Kuliah Kebangsaan yang digelar Bank Indonesia bersama Universitas Negeri Malang, Senin (29/9/2024).

Ia mengutip pemikiran Ben Anderson dalam bukunya Revolusi dan Pemuda, bahwa sejak sebelum kemerdekaan hingga reformasi, motor utama perubahan selalu digerakkan oleh anak muda. 

Baca Juga : Bon Appetit Your Majesty Tamat, Lee Chae Min Siap Gelar Fan Meeting Internasional

“Bangsa ini dibangun selalu oleh anak muda. Dan hingga 2045, anak muda tetap jadi tulang punggung Indonesia dalam segala bidang, termasuk ekonomi dan kedaulatan,” tegasnya.

Menurutnya, generasi muda kini punya peran penting bukan hanya di ranah politik atau sosial, tetapi juga dalam inovasi teknologi dan sistem ekonomi. Salah satu contoh yang ia soroti adalah keberhasilan Indonesia mengembangkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). 

“QRIS sekarang betul-betul jadi ancaman bagi metode pembayaran digital negara lain. Bahkan Donald Trump sempat khawatir dengan itu. Per 17 Agustus 2025, QRIS sudah bisa dipakai di Jepang,” ungkapnya.

Habib Ja’far menegaskan, keberadaan QRIS bukanlah akhir dari uang kertas, melainkan bagian dari perjalanan zaman. “Dulu uang itu receh, lalu jadi kertas, sekarang digital. Yang terpenting adalah kecintaan kita kepada rupiah. Dulu kita bangga dengan lembarannya, sekarang kita bangga dengan QRIS-nya,” ujarnya.

Ia menambahkan, menguatkan nilai rupiah adalah bentuk jihad kebangsaan yang bernilai pahala. “Cinta bangsa itu bukan hanya nasionalisme, tapi juga bagian dari iman. Nabi pernah menangis ketika diusir dari Mekah karena cintanya pada tanah kelahirannya. Begitu juga kita, mencintai rupiah adalah bentuk religiusitas,” kata Habib Ja’far.

Baca Juga : Wali Kota Blitar Mas Ibin Tinjau Pelaksanaan MBG di Sekolah, Siswa: Terima Kasih Pak Prabowo

Tak hanya teknologi digital, ia mengingatkan bahwa inovasi juga bisa lahir dari seni, budaya, hingga kuliner. Ia mencontohkan kekayaan sambal Nusantara yang bisa dilihat sebagai bentuk teknologi sosial dan budaya. 

“Kalau bisa kuliner kita mendunia, itu juga menguatkan Indonesia di mata global. Intinya: cinta, paham, dan bangga rupiah. Kalau kita tidak pakai dan tidak menghargai rupiah, selamanya ia akan lemah di negeri sendiri,” tuturnya.

Di akhir paparannya, Habib Ja’far menekankan pentingnya anak muda mengasah ilmu, berinovasi, dan menciptakan produk yang bisa diterima dunia. Dengan begitu, devisa akan mengalir, rupiah makin kuat, dan Indonesia berdiri sejajar dengan bangsa lain.